Sabtu, 17 Juni 2017

Pendidikan Multikultural untuk Mewujudkan Toleransi Kehidupan Berbangsa

Karya ini diikutsertakan pada Lomba Esai Nasional FSLN 2017
“Membangun Generasi Abad 21”

Sumber: markijar.com

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman dan kekayaan yang tinggi, baik suku, budaya, bahasa, adat istiadat, agama, dan lainnya. Tercatat Indonesia memiliki lebih dari 18.000 pulau, 250 juta penduduk, dan lebih dari 1.000 suku yang ada di Indonesia.

Tentunya setiap budaya dan daerah yang ada di Indonesia memiliki nilai-nilai yang luhur, yang menjadi jati diri bangsa Indonesia. Bila dimaknai dengan baik, nilai-nilai luhur bangsa Indonesia dapat membentuk karakter bangsa yang memiliki moral tinggi.

Namun sayangnya, keanekaragaman tersebut sering kali menimbulkan konflik di antara sesama bangsa Indonesia. Masing-masing kelompok menganggap bahwa kelompoknya yang paling benar. Keegoisan dan sikap tidak mau kalah yang paling diutamakan. Ditambah dengan banyaknya pemahaman yang menyebar secara dogmatis yang menimbulkan kecintaan buta terhadap kelompoknya, tanpa memilih dan memilah nilai-nilai yang ada. Selain itu, masuknya paham-paham radikal yang dapat memecah belah bangsa Indonesia tidak dapat dihindari.

Seiring dengan arus globalisasi, budaya dan pengaruh dari berbagai belahan dunia ikut masuk ke Indonesia. Tentunya pengaruh tersebut ada yang positif dan negatif. Dampak yang mulai kini terasa adalah kehidupan berbangsa menjadi tidak kondusif. Sikap intoleran mulai mengakar ke dalam jiwa masyarakat Indonesia. Padahal toleransi dalam bernegara sangat dibutuhkan, terutama melihat kondisi bangsa Indonesia yang majemuk, serta untuk mempertahankan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Padahal masalah ini di Indonesia sudah selesai sebelum Indonesia merdeka. Tepatnya ketika para pendiri bangsa Indonesia sepakat untuk menetapkan sila pertama Pancasila menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.

Keanekaragaman dan kekayaan suku, budaya, bahasa, adat istiadat, agama yang ada Indonesia harus dikenalkan kepada generasi penerus bangsa sejak dini. Dengan begitu, maka masyarakat akan memandang perbedaan dari dua sisi, yaitu dari sudut pandang mereka dan dari sudut pandang orang lain.

Pendidikan yang berbasis multikultural dapat menjadi solusi dalam mewujudkan toleransi dalam kehidupan bernegara. Toleransi dalam kehidupan bernegara sangat diperlukan untuk menciptakan stabilitas politik yang kondusif. Selain itu, toleransi juga bisa mempersatukan bangsa Indonesia yang beranekaragam. Makna dari toleransi adalah memberi kesempatan kepada orang lain untuk berpikir dan berperilaku tidak sesuai dengan yang kita lakukan tanpa adanya tekanan maupun gangguan. Toleransi juga berarti menghargai perbedaan, dan menciptakan keadilan tanpa memandang latar belakang suku, bangsa, agama, dan adat istiadat. Melalui pendidikan multikultural, masyarakat diharapkan dapat menghargai perbedaan satu sama lain. Perbedaan tidak dijadikan alasan untuk berselisih, karena jati diri sebagai bangsa Indonesia yang akan menjadi identitas utama setiap individu.

Pendidikan multikultural adalah proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku, dan aliran (agama). Pendidikan multikultural menekankan sebuah filosofi pluralisme budaya ke dalam sistem pendidikan yang didasarkan pada prinsip-prinsip persamaan (equality), saling menghormati dan menerima serta memahami dan adanya komitmen moral untuk sebuah keadilan sosial[1].

Meminjam sistem klasifikasi Robinson, Nasikun (2005) menyampaikan bahwa ada tiga perspektif  multikulturalisme di  dalam  sistem  pendidikan:  (1)  perspektif  ”cultural assimilation”; (2) perspektif ”cultural pluralism”; dan (3) perspektif ”cultural synthesis”. Yang  pertama,  merupakan  suatu  model  transisi  di  dalam  sistem  pendidikan  yang menunjukkan proses asimilasi anak atau subyek didik dari berbagai kebudayaan atau masyarakat  sub  nasional  ke  dalam  suatu  ”core  society”.  Yang  kedua,  suatu  sistem pendidikan  yang  menekankan  pada  pentingnya  hak  bagi  semua  kebudayaan  dan masyarakat  sub  nasional  untuk  memelihara  dan  mempertahankan  identitas  kutlural masing-masing. Yang ketiga merupakan sintesis dari perspektif asimilasionis dan pluralis, yang menekankan pentingnya proses terjadinya eklektisisme dan sintesis di dalam diri anak atau subyek didik dan masyarakat, dan terjadinya perubahan di dalam berbagai kebudayaan dan masyarakat sub nasional. Selanjutnya Nasikun berpendapat bahwa di dalam masyarakat Indonesia yang sangat majemuk ini yang diperlukan adalah aplikasi pilihan perspektif pendidikan yang ketiga. Perspektif pendidikan yang demikian memberi peran pada pendidikan multikultural sebagai instrumen bagi pengembangan eklektisisme dan sintesis beragam kebudayaan sub nasional pada tingkat individual dan masyarakat dan  bagi  promosi  terbentuknya  suatu  ”melting  pot”  dari  beragam  kebudayaan  dan masyarakat sub nasional.[2]

Selama ini di Indonesia, pendidikan yang berbasis kebhinekaan terasa sangat kurang. Sebagian besar pendidikan terutama yang menyangkut kebudayaan dan kepercayaan berisikan dogma-dogma yang anti-kritik sehingga terciptanya paradigma di masyarakat bahwa hanya aliran atau kelompoknya yang benar dan paham yang berbeda akan dianggap sebagai sesuatu yang menyesatkan. Sehingga terciptanya masyarakat yang intoleran yang berdampak pada kurangnya toleransi dalam kehidupan bernegara. Memang benar bahwa dalam ajaran kepercayaan selalu menyatakan bahwa kepercayaan tersebut yang paling benar, namun dalam kehidupan sosial seharusnya bisa menghargai perbedaan yang merupakan konsekuensi dari pilihan setiap individu.

setara-institute.org
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setara Institue pada tahun 2007 – 2014 selalu terdapat lebih dari 100 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Hal ini menunjukkan Indonesia belum menjadi negara yang aman dalam hal kerukunan. Indonesia belum bisa menjadi tempat yang memberikan perlindungan terhadap kelompok minoritas.

Kini semakin diperparah dikarenakan dalam kehidupan bernegara sikap intoleran mulai berkembang dengan pesat. Terbukti dengan banyaknya peristiwa pembubaran kegiatan umat agama tertentu oleh oknum kelompok/organisasi masyarakat. Pembakaran pemukiman penduduk yang berbeda paham juga pernah terjadi. Ditambah lagi dengan muncul tokoh-tokoh yang mengkafirkan atau mengganggap sesat kelompok yang tidak sepaham. Bahkan jika sudah ekstrem, tak bisa dipungkiri akan timbul keyakinan bahwa diperbolehkan membunuh orang atau kelompok yang tidak sepaham.

Merujuk apa yang dikemukakan Parekh (1997), multikulturalisme meliputi tiga hal. Pertama, multikulturalisme berkenaan dengan budaya; kedua, merujuk pada keragaman yang ada; dan ketiga, berkenaan dengan tindakan spesifik pada respon terhadap keragaman tersebut[3]. Melalui pendidikan multikultural, masyarakat terutama anak-anak harus diajarkan berbagai macam ilmu pengetahuan dari sudut pandang mana pun, diajak untuk aktif dalam mendiskusikan atau mengkritisi permasalahan, serta mencoba menginterprestasikan menurut yang ia pahami.

Yang tak kalah pentingnya, logika berpikir kreatif anak akan berpengaruh terhadap perilaku sosial. Anak-anak yang terbiasa dihadapkan pada suatu jawaban benar setiap menjumpai persoalan, mereka cenderung fanatik dan eksklusif. Tumbuh pola pikir dan sikap “hitam putih”: pemikiranku benar, yang lain salah . Sebaliknya, mereka yang terbiasa dengan berbagai ide dan kemungkinan alternatif jawaban terhadap setiap persoalan, mereka cenderung toleran dan terbuka. Pola pikir dan perilaku kedualah yang kita butuhkan untuk kemajuan bangsa yang majemuk ini. Dengan bekal pola pikir kreatif, anak didik tak hanya punya keterampilan melihat multiperspektif untuk menjaga persatuan dalam keragaman, tapi juga mampu menghadapi dunia yang makin rumit.[4]

Terkhusus di Indonesia, suatu saat bisa dibuat sebuah kurikulum yang memuat mata pelajaran pendidikan multikulturan, khususnya di sekolah dasar karena ketika masih kecil, orang akan lebih mudah menerima sesuatu dibandingkan ketika sudah dewasa. Pendidikan multikultural di Indonesia bisa dimulai dari memperkenalkan kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia. Hal ini juga untuk melestarikan budaya bangsa Indonesia yang mulai terkikis arus globalisasi. Selanjutnya yang sangat penting adalah anak-anak diberikan pengetahuan tentang kepercayaan-kepercayaan yang ada, memberikan pengetahuan tentang pentingnya menjaga keharmonisan umat beragama, dan membentuk paradigma bahwa setiap individu berhak memeluk kepercayaan apapun karena hal tersebut dilindungi oleh UUD 1945.

Cara lain yang dilakukan setelah anak tumbuh besar adalah dengan membuatnya hidup berdampingan dengan orang yang bukan dari etnis atau kepercayaannya. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat bisa saling memahami satu sama lain.  Setelah dewasa, anak diberi kesempatan untuk hidup di lingkungan lain di mana ia merupakan etnis minoritas agar kelak ia dapat merasakan bagaimana rasanya menjadi minoritas, bagaimana rasanya diperlakukan tidak adil, bagaimana tidak dianggap oleh lingkungan, agar kedepannya muncul perasaan bahwa kelompok minoritas juga butuh pengakuan dan persamaan dari lingkungan.

Pemerintah juga bisa ikut andil dalam hal mengembangkan sikap toleransi yang penting bagi kehidupan bernegara, yaitu dengan mengadakan festival atau acara kebudayaan dan keanekaragaman sebagai bentuk penghargaan terhadap semua kelompok yang ada. Harapannya masyarakat bisa mengenal semua kebudayaan dan kepercayaan yang hidup dan berkembang di Indonesia. Secara tidak langsung, hal tersebut juga merupakan pendidikan multikultural yang memberikan pencerdasan kepada masyarakat melalui cara nonformal di luar kelas.

Melalui pendidikan multikultural diharapkan akan berdampak besar pada perilaku generasi muda di masa yang akan datang. Sikap toleransi dan menghargai perbedaan harus diterapkan dalam kehidupan bernegara. Toleransi merupakan hal yang paling penting dalam menciptakan kehidupan bernegara yang damai dan kondusif. Tentunya merupakan keinginan semua pihak untuk bisa hidup damai tanpa adanya konflik, karena konflik hanya akan mendarangkan kerugian baik harta benda maupun nyawa. Oleh karena itu, toleransi harus dijadikan pedoman bagi masyarakat Indonesia terdiri dari masyarakat yang beragam dan memiliki keunikan masing-masing.  Kepentingan individu dan kelompok harus dikesampingkan. Demi terciptanya Indonesia yang aman, damai, dan sejahtera



[1] Rustam Ibrahim, “Pendidikan Multikultiral: Pengertian, Prinsip, dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam”. ADDIN, Vol. 7, No. 1, Februari 2013, hlm. 129.
[2] Farida Hanum, “Pendidian Multikultural dalam Pluralisme Bangsa”, hlm. 15.
[3] Farida Hanum, “Pendidian Multikultural dalam Pluralisme Bangsa”, hlm. 5.
[4]  Mohammad Nuh, “Menyemai Kreator Peradaban”, hlm. 49.
Previous Post
Next Post

0 komentar: